A.
TUHAN KATA MEREKA .
Kita sebagai umat manusia menyadari
Tuhan itu ada. Karena kita mulai memikirkan asal-usul alam semesta ini. Alam
semesta tercipta dengan hebat bahkan dengan manusia yang mencipta hebat
sekalipun. Pencipta yang Maha Hebat itu adalah Tuhan.
Setiap umat beragama pasti menyembah Tuhan. Menyembah
Tuhan-Nya sesuai dengan ketentuan yang ada pada agama yang dianutnya. Seperti
yang kita ketahui berbagai agama yang ada di dunia ini. Pemeluknya menyebutnya
dengan nama yang sesuai dengan agama masing-masing.
Kita
yakin bahwa Tuhan itu ada. Adanya Tuhan dapat kita buktikan dengan adanya alam
semesta ini. Begitu hebat alam semesta ini, siapa lagi yang mampu menciptakan
selain Tuhan yang Maha segala-galanya. Alam semesta yang tercipta dengan
teratur dan sistematis. Karya manusia hebat sekalipun tak akan pernah menandinginya.
Lihat saja bumi ini, tercipta dengan apik seperti adanya air, udara, gunung,
laut. Semua itu tercipta dengan apik dan berguna bagi manusia.
Manusia di seluruh dunia mengetahui adanya
Tuhan. Akan tetapi mereka menyebut nama Tuhan berbeda-beda sesuai dengan agama
yang dianutnya. Dalam suatu agama, pelafalan nama Tuhan biasanya memiliki nama
yang sederajat dengan makna dan kedudukan sebagai Tuhan. Sebuatan itu biasa
dipergunakan manusia untuk memuja Tuhannya tanpa mengurangi kedudukan tingkat
relegiusitasnya. Nama Tuhan tetap ada pada tatanan tertinggi kehidupan.
Misalnya :
1. ISLAM
Islam menyebut nama Tuhan
dengan sebutan Allah. Lafaz “Allah” dibaca dengan khaedah tertentu. Kata
“Allah” tidak boleh diucapkan sembarangan tetapi harus sesuai dengan yang
dicontohkan Rasulullahh SAW. Dengan begitu kaum muslimin tidak menghadapi
masalah dalam penyebutan nama Tuhan. Dan nama Tuhan yakni “Allah” juga bersifat
otentik dan final. Umat islam tidak melakukan spekulasi untuk menyebut nama
Tuhan karena itu sudah dikenalkan langsung oleh Allah SWT melalui Al-Quran.
Diantaranya :
a. Al Ikhlas : 1-2
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha
Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
b. Al Fatihah : 1
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang.
Nama Allah banyak terdapat dalam Al-Quran, sehingga umat
Islam tidak memperdebatkannya dan kaum muslimin tidak menghadapi penyebutan
nama Tuhan. Sepanjang sejarahnya Dengan demikian menyebut nama Allah adalah
final dengan nama-nama lain Allah (al-asmaul husna) yang ada di Al-Quran.
2. Kristen dan Khatolik
Ajaran Ketuhanan dalam Kristen termasuk gereja romawi
Khatolik adalah sebagaimana tercantum dalam Kredi Iman Rasuli yaitu Tri Tunggal
yang terdiri dari Allah Bapa, Allah Putra dan Roh Kudus. Ketiganya adalah
pribadi Tuhan.
Terjemahan Bibel dalam bahasa Indonesia dinamakan Al Kitab,
menggunakan kata “Allah” untuk Tuhan Bapa. Di lihat dari segi pengucapan, cara
mengucapkan kata “Allah” berbeda dengan kaum muslimin yaitu umat kristen
membacanya dengan sebutan “Alah”
Menurut iman Kristiani, Allah sebagai oknum / pribadi yang
dimana pada dirinya terdapat tiga kodrat Ketuhanan-Nya yaitu :
a. Mencipta
Kuasa mencipta ini dalam perjanjian baru disebut
oleh Yesus dengan predikat Bapa (Matius 11:25, Lukas 10:21).
b. Berfirman
Kuasa berfirman (dan bertindak) ini dalam
perjanjian baru disebut oleh Yesus dengan predikat Anak (Yohane 1:14, Yohanes
1:18, Matius 16:16).
c. Roh Allah
d. Roh Allah yang berkuasa
memelihara, mengayomi, membimbing dan menolong ini dalam perjanjian baru oleh
Yesus disebut dengan Roh Kudus (Yohanes 14:16-17, Yohanes 14:26).
3. Hindu
Ajaran ketuhanan sebagaimana yang tertuang dalam RP Weda
1.1164, mereka menyebut Tuhannya dengan Indra, Mitra, Waruna, Agni. Dalam
istilah Tuhan Yang Maha Esa disebut Dewa. Dewa mengandung dua pengertian yaitu
Tuhan Yang Mahha Esa dan Dewa yang diciptakan paling tinggi.
Agama Hindu berkembang pertama kali di lembah suci Shindu di
Bhratawarsa (India). Di lembah sungai suci Shindu inilah para maharsi menerima
wahyu Brahma, Sang hyang Widhi Wasa dan kemudian diabadikan dalam bentuk
pustaka suci Wedhadu inilah para maharsi menerima wahyu Brahma, Sang hyang
Widhi Wasa dan kemudian diabadikan dalam bentuk pustaka suci Wedha. Weda adalah
kitab suci agama Hindu yang mengandung pengetahuan suci maha sempurna kekal
abadi.
4. Budha
Budha adalah sebutan bagi orang yang mencapai kesempurnaan.
Orang yang telah mencapai kesempurnaan adalah Sidharta Gautama.
Dalam agama Budha, Tuhan tidak bernama. Budha tidak
menyebutkan nama Tuhan dengan sebutan tertentu. Dalam buku yang berjudul “be
Buddhist be happy”, seorang Buddhist meyakini adanya Tuhan yang dikenal dengan
sebutan “Atthi Ajatam Abhutam Akatam Asamkam” yang artinya sesuatu yang tidak
dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan, yang mutlak. Tuhan Yang Maha
esa di dalam agama Budha adalah Aratman (tanpa aku), suatu yang tidak
berpribadi, suatu yang tidak digambarkan dalam bentuk apapun.
5. Yahudi
Pada agama Yahudi hingga kini masih belum menemukan dan
berspekulasi tentang nama Tuhan mereka. Dalam konsep Judaism (Agama Yahudi),
nama Tuhan tidak dapat diketahui dengan pasti. Kaum Yahudi modern hanya
menduga-duga, bahwa nama Tuhan adalah Yahweh. Dalam buku Jesus dan yahweh yang
diciptakan oleh Harold Blom menyatakan bahwa YHWH adalah nama Tuhan Israel yang
tidak pernah diketahui bagaimana mengucapkannya. Dan jika membaca kata YHWH
dalam al kitab, orang Yahudi membacanya dengan kata Adonay (Tuhan) / Ha Shem
(nama segala nama).
B. URGENSI
MENGENAL ALLAH
Allah sudah kita sebut berkali-kali dalam pembahasan
sebelumnya. Bahkan kata-kata ini sudah sedemikian akrab dengan telinga dan
lidah kita. Akan tetapi pernahkah kita mengukur sejauh mana pengenalan kita
kepadaNya? Cukupkah mengenalnya hanya dengan mengetahui dan menghafal nama-nama
dan sifat-sifat-Nya di luar kepala? Mengetahui dan menghafalnya merupakan
sebagian dari pengenalan kita kepada Allah akan tetapi ada yang lebih penting
yaitu bagaimana sikap kita selanjutnya. Pengenalan yang sesungguhnya adalah
apabila pengetahuan kita tentang sifat-sifat dan nama-nama Allah tu kemudian di
barengi dengan pensikapan yang benar dan proposional. Pengenalan ang benar
sebagaimana diungkapkan oleh imam ibnu Qayyim ra. Dalam Al-Fawaid adalah
pengenalan yang dapat menimbulkan perasaan malu, kencintaan, keterikatan hati,
kerinduan, taubat, kedekatan dan hanya berharap kepada-Nya. Demikian itu karena
dengan menyambut panggilan-Nya hingga setelah itu ia dapat berdialog
dengan-Nya, mengadukan persoalan-soalan yang dihadapi, lalu memohon
pertolongan-Nya hingga setelah itu mendapatkan pencerahan. Para salafua shalih
dahulu selalu berupaya mengenal Allah secara lebih dalam dan meningkatkan pengenalan
mereka kepada-Nya dengan berbagai cara. Hal itu mereka lakukan karena mereka
merasa bahwa semakin dikaji dan dikenali, semakin banyak keagungan Allah yang
tersikap, semakin besar cinta yang dirasakan, semakin besar harapan kepada-Nya,
semakin besar rasa takut kepada-Nya, serta semakin meningkat upaya-upaya
pendekatan diri kepada-Nya.
Mengenal Allah menjadi sangat urgen bagi seorang
hamba karena berbagai alasan berikut:
1.
Karena yang akan kita kenali adalah Pencipta semesta
alam yang telah menguasai manunisa dan menyiapkan untuknya segala kebutuhan
dilangit dan dibumi. Menciptakan malaikat serta yang mendengar pengaduan
hamba-Nya saat ia menghadapi kesulitan lalu menyelesaikan persoalanya dengan arif
dan bijaksana. Dzat seperti itulah menjadi tema sentral dalam pembahasan ini.
2.
Berbagai dalil telah membuktikan keberadaan,
sifat0sifat dan nama-nama-Nya, secara jelas dan tak terbantahkan.
3.
Manfaat dan pengaruhnya yang sangat besar yaitu
meningkatkan keimanan & ketaqwaan. Pengaruh ini akan terasakan dalam diri insan
beriman di dunia:
a. Kemerdekaan yang sebenarnya. Jiwanya akan senantiasa
hanya berharap dan takut kepada Allah sehingga tidak ada yang dapat
menguasaiknya.
b. Kententraman yang sejati. Seorang mukmin akan selalu
yakin bahwa Allah telah menjamin kehidupannya dan melindungi keselamatannya.
c. Keerkahan dari Allah. Setiap amalnya senantiasa
diridhai, didekatkan, dan dicintai Allah.
d. Kehidupan yang baik. Allah selalu membimbing
langkah-langkahnya dalam mencapai kebaikan.
e. (Di akhirat) ia akan mendapatkan surge dan syafaat
dan keridhaan Allah.
C. CARA
MENGENAL ALLAH
Apabila dampak positif ma’rifatullah diketahui,
pastilah akan berlomba-lomba mengenal Allah lebih jauh. Demikian pula bagi
orang yang beriman, semangatnya untuk meningkatkan ma’rifah akan semakin
menyala. Akan tetapi karena Allah itu bersifat ghaib dan tidak terjangkau oleh
indera kita, upaya untuk lebih jauh mengenal-Nya tidak dapat dilakukan hanya
mengandalkan pengamatan inderawi. Karena keghaiban, kesempurnaan, dan
keagungan-Nya itulah, kita hanya dapat mengenali melalui ayat-ayat-Nya.
Ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah secara global dapat diklasifikasikan menjadi
dua bagian yaitu ayatul qauliyah
(ucapan) berupa firman-firman-Nya dalam kitab suci yang diwahyukan kepada para
nabi dan rasul, serta ayatul kauniyah
(kealaman) berupa tanda-tanda kekuasaan-Nya yang tersebar di alam semesta.
Metode
Islam
Islam memadukan ayatul
qauliyah dan ayatul kauniyah dalam mengenali Allah. Demikian itu karena
tidak ada yang mengetahui hal-hal ghaib kecuali Allah. Jangankan tentang Allah,
hal-hal ghaib yang ada pada dirinya saja manusia tidak dapat mengenali dengan baik.
Kerendahan hati mengakui keterbatasannya itulah yang mengantarkan seseorang
untuk berislam sehingga ia merujuk kepada dalil-dalil naqli (al-Qur’an dan
As-Sunbah) dalam mengenali Allah.
Dalil-dalil naqli
memberikan informasi lebih lengkap dan akurat tentang hal-hal yang hanya
diketahui oleh Yang Maha Ghaib, sedang dalil-dali aqli digunakannya untuk memperkuat penemuan dan pemahaman.
Dalil-dalil memberikan bimbingan kepadanya bagaimana mempergunakan kemampuan
akala secara baik, efisien, dan efektif sehingga tidak menghabiskan waktu dan
energy untuk hal-hal yang tidak terjanngkau akal, Rasulullah bersabda,
“Berpikirlah tentang makhluk-makhluk
Allah dan jangan berpikir tentang dzat Allah karena akal kalian tidak akan
dapat menjangkau-Nya”
Sinergi harmonis ayat naqli dan ayat aqli
mengantarkan seorang muslim untuk membenarkan dan mempercayai Allah serta
memantapkan keimanan kepada-Nya.
Metode
Jahiliyah
Berbeda dengan metode islam, metode jahiliyah
berangkat dari zhon atau prasangka yang seringkali berujung pada
nafsu (kepentingan). Metode jahiliyah mensikapi ayat-ayat qauliyah dengan
kesimpulan yang sesat, mereka beranggapan bahwa ayat-ayat quliyah hanya akan
membelenggu kebebasan berpikirnya. Namun perlu dipertanyakan sekali lagi,
benarkah mereka memberikan kebebasan penuh kepada akal ataukah justru
sebenarnya mereka membelenggunya dengan nafsu dan kepentingan, sebab sebenarnya
tidak ada kontradiksi antara akal dan naql. Kepentingan apa yang mendorong
mereka untuk memberikan kebebasan pada akal? Disinilah kaum rasionalis
tersesat. Mereka enggan mempertuhankan sesembahan yang menurut waktu yang
bersamaan, mereka telah terperosok mempertuhankan akal itu sendiri, disadari
atu tidak disadari. Sebagian mereka bangga disebut telah mempertuhankan akal,
sebagian yang lain tidak rela dikatakan telah mempertuhankan akal. Metode
Jahiliyah yang berangkat dari prasangka dan kepenrtingan nafsu ini hanya akan
menimbulkan keraguan dan kebimbangan. Semakin jauh ia menyelami, semakin besar
keraguan yang didapat. Akhirnya, ia kufur kepada Allah dan menolak aturan-Nya.
D. PENGHALANG
MA’RIFATULLAH
Apabila seorang hamba telah bertekad untuk mengenal
Allah, mendekat kepada-Nya dan mengikuti keeddak-Nya, pasti ia akan dihadang
oleh berbagai godaan dan tipu daya. Sudah menjadi sunnatullah, di awal
perjalanan seorang hamba ia akan menghadapai berbagai tipuan kesenangan,
kelezatan, kepemimpinan, kedudukan, pakaian, perkawinan, keluarga dan
sejenisnya.
Dilihat dari sumber dan penyebabnya,
penghalang-penghalang itu ada dua macam yaitu penyakit syahwah (berkaitan dengan hati; berupa nafsu dan kesenangan) dan
penyakit syubat (berbagai hal yang
menimbulkan keraguan, lebih banyak berkaitan dengan masalah akal dan logika)
1.
Yang termasuk penyakit syahwah diantaranya:
a.
Kefasikan
Lawan dari kefasikan adalah keadilan, keduanya
berkaitan dengan kredibilitas moral. Orang yang adil adalah orang yang tidak
tercela, sedang orang yang fasik adalah orang yang ternoda kehormatan dan
kredibilitasnya akibat kesalahan yang ia lakukan.
b.
Kesombongan
Suatu ketika, seorang sahabat yang suka pakaian dan
sandal bagus menayakan tentang dirinya apakah termasuk sombaong atau tidak,
Rasulullah saw. Menjawab bahwa sombong itu adalah menolak kebenaran dan
meremehkan orang lain.
c.
Kezhaliman
Kezhaliman adalah sikap melampaui batas atau
menempatkan sesuatu yang bukan pada tempatnya. Al-Qur’an menyebut kemusyrikan
sebagai kezhaliman yang besar karena orang yang musyrik menempatkan makhluk
sejajar dengan Allah, sebagaimana disebutkan dalam surah Luqman:13
d.
Dusta
Dikatakan oleh Rasulullah saw. Bahwa dusta
mengantarkan seseorang pada dosa, sedangkan dosa akan mengantarkannya ke
neraka.
e.
Kemaksiatan
Lawan kemaksiatan adalah ketaatan. Kefasikan,
kesombongan, kezhaliman, dan dusta termasuk bentuk kemaksiatan.
Penyakit-penyakit
hati ini akan mengundang kemurkaan Allah. Namun, bagaimanapun juga Allah akan
mengampuni dosanya selama matahari belum terbit dari barat. Allah swt. Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Efektivitas terapi terhadap penyakit-penyakit hati
ini lebih banyak ditentukan oleh pelakunya sendiri. Ia harus bersungguh-sungguh
memerangi nafsunya.
“orang
yang pandai adalah orang yang selalu mengoreksi dirinya dan beramal untuk hari
sesudah kematiannya” (HR. Turmudzi)
2.
Yang termasuk penyakit syubat adalah:
a.
Kebodohan
Islam menjunjung tinggi ilmu dan orang yang berilmu
(ulama) bahkan wahyu yang pertama kali turun adalah perintah untuk (membaca).
b.
Keragu-raguan
Penyakit ini terindikasikan dengan identitas dan
kepribadian yang tidak jelas. Rasulullah berpesan agar kita meninggalkan yang
ragu-ragu dan beralih pada yang tidak meragukan
c.
Penyimpangan
Penyimpangan dapat berawal dari kesengajaan atau
ketidaksengajaan. Akibat tidak tahu orang akan menyimpang dari jalan yang
benar, hal ini dapat berlanjut pada kesengajaan untuk menyimpang.
d.
Lalai
Kenikmatan sering membuat seorang lali. Akibatnya ia
tidak tahu arah, akhirnya ia akan mengalami kebimbangan dalam hidupnya.
Penyakit-penyakit
inteklektual bermula dari ketidaktahuan (kebodohan). Akibatnya, penyakit akan
menjalar pada seluruh sendi-sendi kehidupan. Kearena itu penyembuhannya adalah
dengan menghilangkan penyakit utama yaitu menghilangkan kebodohan dengan ilmu.
E. BUKTI
KEBERADAAN ALLAH
Keberadaan Allah, Tuhan yang telah menciptakan dan
memelihara alam semesta dengan kekuasan dan kasih saying-Nya adalah hal yang
tak terbantahkan. Hal itu didasarkan pada banyak dalil yang kuat dan bukti
nyata, diantaranya :
1.
Bukti Fitrah
Fitrah adalah sifat azasi (dasar yang masih murni)
yang belum terpengaruh oleh factor-faktor eksternal. Kalau manusia dibiarkan
dalam fitrahnya tentu ia akan mengakui adanya Dzat Maha hebat yang telah
menciptakan diri dan makhluk lain disekitarnya, memberinya rezeki, menghidupkan,
dan mematikannya. Demikian itu karena manusia diciptakan atas fitrah itu.
2.
Bukti Inderawi
Indera kita dapat menangkap bukti-bukti
keberadaan-Nya dengan melihat, mendengar, merasakan atau menyetuhnya. Berbagai
objek dan peristiwa yang ada disekitar kita menunjukkan keberadaan-Nya itu. Ada
yang lahir ada pula yang mati; ada laki-laki ada perempuan; ada yang sehat ada
pula yang sakit; ada yang baik dan menyenangkan, namun ada pula yang buruk dan
menyebalkan; ada kikir dan sombong, namun ada pula yang dermawan dan rendah
hati; ada yang mampu ada pula yang tidak mampu; dan sebagainya. Itulah bukti
inderawi yang nyata. Mengapa manusia tidak dapat melahirkan anak dengan
sifa-sifa sempurna sebagaimana yang ia inginkan?
3.
Bukti Rasional
Bukti Rasional dapat analisa dengan teori
sebab-akibat. Segala yang terjasi pasti ada penyebabnnya; namun logika akan
mengatakan bahwa pasti ada penyebab pertama dan utama yang memulai sebab-sebab
itu, yang ada tanpa disebabkan oleh sesuatu yang lain. Yang demikian itulah Allah:
Al-Ahad, Al-Awal, As-Shamad, Lam yalid wa
lam yulad.
4.
Bukti Nash
Banyak ayat-ayat suci Al-Qur’an dna kitab-kitab suci
sebelumnya yang membicarakan tentang Allah dengan berbagai sifat-Nya. Demikian
pula hadits-hadits yang ada dalam sunnah Nabi-Nya.
5.
Bukti Sejarah
Banyak peristiwa sejarah dimasa lampau semenjak Nabi
Adam as. Hingga hari ini yang menunjukan keberadaan, keagungan dan kekuasaan
Allah. Banyak peninggalan bersejarah ayng menunjukan kejayaan bangsa-bangsa di
masa lampau.
Islam mengajarkan bahwa Dzat yang kita agungkan itu
adalah dzat yang telah menciptakannya, memberikan rezeki, memeliharanya, dan
memilikinya. Oleh sebab itu Allah pulalah yang berhak untuk mendapatkan
perlakuan sebagai Tuhan yang dicintai, ditakuti, dirindukan, diikuti, ditaati dan
disembah. Islam tidak membedakan antara Tuhan yang telah menciptakan,
melindungi dan memiliki itu dengan Tuhan yang dicintai, diikuti, ditaati, dan
disembah.
F. MENGESAKAN
ALLAH
Upaya mengesakan Allah dalam islam berangkat dari rububiyatullah yaitu pengakuan kita
bahwa Allah adalah Rabb, Tuhan yang
telah menciptakan, yang member rezeki, dan yang memiliki.
1.
Allah sebagai Pencipta
Dialah Dzat yang telah ada sejak zaman azali, tidak
bermula dan tidak berakhir, yan menciptakan langit dan bumi berikut segala
isinya. Hingga hari ini tidak ada manusia yang dapat membuktikan bahwa ada
pencipta lain selain Allah. Teori atheis termodern adalah teori evolusi yang
diungkapkan oleh Charles Darwin. Ia mengatakan bahwa apa yang ada di ala mini
terjadi karena proses alam yang berlangsung secara acak kemudian terjadilah
wujud-wujud yang ada. Pada akhirnya, setiap wujud mengalami evolusi mencapai
kesempurnaan. Seandainya proses acak itu benar, zat-zat dan bahan-bahan yang
berproses itu pasti tidak ada begitu saja, mustahil sesuatu ada tanpa ada yang
mengadakannya. Padahal prose situ berlangsung secara teratur sesuai alur yang
telah ditentukan oleh penciptanya. Diantara buktinya adalah bahwa proses yang
sama berlangsung berulang-ulang dengan cara yang sama. Siapakah yang telah
membuat aturan yang baku itu kalau bukan Allah Penciptanya?
2.
Allah sebagai Pemberi Rezeki
Setelah menciptakan makhluk-Nya, Allah tidak
membiarkan mereka mati kelaparan. Allah menghidupkan dan memberinya penghidupan
dengan menyiapkan rezeki berupa oksigen, makanan, minuman, panas matahari,
serta kebutuhan hidup lain yang sangat banyak dan beraneka ragam. Kalaupun ada
rezeki yang didapatkan dari tangan manusia atau sesame makhluk, ini juga tidak
terlepas dari kehendak Allah mengirimkan rezeki itu melalui makhluk-Nya. Udara,
air, dan panas matahari yang didapatkan tanpa melalui tangan orang lain adalah
makhluk. Uang, makanan, dan pakaian yang didapat melalui orang lain adalah
makhluk, bahkan orang yang menjadi perantara itu sendiri adalah makhluk. Siapa
yang menjadikannya rela melanyani anda? Siapakah yang mengkondisikan Anda untuk
dengan terpaksa atau suka rela melayani kebutuhan orang lain. Itulah Allah Sang
Pemberi Rezeki. Sekirannya kalian menghitung nikmat Allah tentu kalian tidak
akan bias menghitungnya.
3.
Allah adalah Pemilik
Allah-lah yang telah menciptakan dan menyediakan
bahkan memenuhi segala kebutuhan manusia serta makhluk-makhluk lainnya, jadi
Allah pulalah Pemilik alam semesta yang sesungguhnya. Semua yang kita miliki
adalah milik Allah. Diri pribadi kita adalah bukan miliki kita, diri kita
adalah milik Allah karena itu semua yang ada di ala mini adalah kekuasaan Allah.
4.
Allah sebagai Penguasa
Sebagai Penguasa yang mutlak dengan kekuasan penuh,
Allah bukan Tuhan yang lalim dan sewenang-wenang. Ia adalah :
a.
Pelindung yang sangat cinta dan saying kepada
makhluk-Nya
b.
Hakim yang mengadili, menvonis, dan memutuskan
dengan keputusan mutlak.
c.
Pemimpin yang member perintah dan larangan yang
tidak boleh dilanggar.
Oleh karena itu, selajutnya Dialah swt. Tujuan yang
harus menjadi orientasi hidup setiap insan. Hanya Dialah Tuhan yang sepantasnya
disembah dengan segenap penghambaan.
G. HIDUP
DI BAWAH NAUNGAN TAUHID
Setiap insan mendambakan kehidupan yang baik, penuh
kebahagiaan, bebas dari rasa takut, dan memenuhi kebutuhannya. Akan tetapi
tidak semua orang dapat merasakan kehidupan yang demikian. Banyak orang yang
dihantui ras akut dan kecemasan luar biasa, mereka merasa tidak ada yang bias
menjamin kehidupannya. Ada diantara mereka yang mendapatkan jaminan namun
mengorbankan sebagian dari kebahagiaannya. Ia selalu terombang-ambing dalam
keraguan karena harapannya ada pada lebih dari satu pihak yang ia takuti. Bila
menyenangkan yang satu, yang lain marah; mendapat jaminan dari yang satu namun
yang lain mengancam. Ini terjadi apabila ornag memiliki lebih dari satu tuhan.
Dua kondisi digambarkan Al-Qur’an seperti seorang budak yang menjadi milik satu
tuan dan budak lain menjadi milik lebih dari satu tuan, yang mana
masinng-masing tuan menuntut loyalitas darinya.
“Allah
membuat perumpamaan (yaitu) seorang budak yang dimiliki oleh beberapa orang
yang berserikat namun saling berselisih dan seorang budak yang menjadi milik
penuh seorang tuan. Adakah kedua budak itu sama halnya?” (Az-Zumar:29)
Kehidupan yang baik hanya akan didapatkan apabila
orang hanya berwala’ kepada satu tuhan yang Maha Sempurna yaitu Allah.
Aqidahnya tentang Dzat Allah, sifat-sifat, nama-nama (asma), dan perbuatan-Nya
harus benar sesuai prinsip-prinsip tauhid yang diajarkan ole Rasulullah saw.,
yaitu mentauhidkan Allah dalam hal :
1.
Asma dan sifat
Dalam hal asma dan sifat ia nyakin bahwa Allah
meliki nama-nama dan sifat-sifat sempurna, tidak ada yang serupa dengan-Nya dan
Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Asma Allah lebih dari kita ketahui
karena Allah masih merahasiakan nama-nama-Nya sebagaimana dikatakan Rasulullah
saw. Dalam doa,
“…. Aku mohon dengan setiap nama yang menjadi
milik-Mu, yang Engkau gunakan untuk menamai diri-Mu sendiri, atau yang Kau
ajarkan kepada seorang diantara hamba-Mu, atau Engkau simpan dalam ilmu ghaib
yang ada disisi-Mu….”
2.
Rububiyah
Ia yakin bahwa Allah adalah tuhan yang menciptakan
dirinya, menciptakan alam semesta serta segala ynag ada di langit dan di bumi
sebagai fasilitas hidup. Allah swt. Tundukkan seluruh alam berserta isinya
untuk jaminan kehidupannya, member rezeki tiada habis-habisnya, memlihara, dan
melindungi keselamatannya.
3.
Mulkiyah
Ia nyakin bahwa Allah adalah Yang Menguasai Seluruh
kerajaan langit dan bumi. Allah adalah Pemilik segala kerajaan.
“Engkau berikan kekuasaan kepada siapa yang Engkau
kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa saja yang Engkau kehendaki dan
Engaku hinakan siapa saja yang Engkau kehendaki. Ditangan Allah-lah segala
kebaikan. Sesunguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu” (Ali Imran:26)
4.
Uluhiyah
Bahwa karena sifat-sifat kesempurnaan-Nya itu, Allah
adalah satu-satunya Dzat yang berhak disembah.
Dengan demikian, ketika mengikarkan Laa ilaaha illallah seseorang yaki
seyakin-yakinnya bahwa tidak ada tuhan selain Allah, tidak ada yang dicintai
dan dituju selain Allah; Raja yang ditaati dan disembah.
Bila demikian yang dinyakini seseorang, pada saat
itulah ia merasakan kehidupan yang baik Allah janjikan epda orang-orang yang
beriman dan beramal shalih.
H. LAKUKAN
HANYA YANG TERBAIK
Orang yang lurus aqidahnya dan bersih jiwanya selalu
merasakan adanya muraqabatullah
(pengawasan Allah). Kapan dan di mana pun, ia merasa dalam pengelihatan,
pendengaran, dan penilaian-Nya. Ihsan dalam hadist Jibril dikatakan oleh
Rasulullah saw.,
“Kau
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, kalaupun kau tidak
melihatnya sesungguhnya ia melihatmu”
Dalam waktu yang sama ia merasakan betapa Allah
selalu berbuat baik kepadanya. Ia mersakan nikmat-nikmat yang diberikan
kepadanya secara langsung maupun tidak langsung, ia ketahui maupuj tidak ia
ketahui, disadari atau tidak disadari.
Kedua perasaan ini membuatnya selalu berusaha untuk
mengatur biatnya menjadi yang terbaik. Niat yang baik akan mempengaruhi
ketulusan hatinya. Dalam hal ini ia berusaha untuk mengikhlaskan niat dan
membersihakan darinoda-noda syirik. Ia jadikan setiap amal perbuatn duniawinya
bernilai ukhrawi dengan memperbaiki niat.
Niat mempengaruhi cara dan proses kerjanya. Bagi
seorang mukmin, niat yang ikhlas saja tidak cukup. Seorang mukmin akan berusaha
melakukan kerja yang terbaik dan sempurna, dengan kualitas hasil yang terbaik.
Demikian itu karena kerja dalam pendangannya merupakan wujud syukur kepada
Allah atas nikmat yang telah dirasakan. Baginya, kesempatan dan perkerjaan itu
sendiri merupakan nikamt yang harus disyukuri, kemampuan untuk berkerja
merupakan nikmat yang harus disyukuuri.
“Dan berbuat
baikalah sebagimana Allah telah berbuat baik terhadapmu.” (al-Qashash:77)
Bila itu yang ia lakukan, ia akan mendapat balsan
dari Allah yang lebih baik. Balasan Allah itu berupa :
a.
Cinta dari Allah
b.
Pahala dari Allah
c.
Pertolongan (kemenangan) dari Allah
-Selesai-
Sumber : Buku berjudul “Syarah Rasmul Bayan
Tarbiyah” Jasiman, Lc.
Komentar
Posting Komentar